BAB IV
ANALISIS DATA
Pada analisis data adalah tahapan terakhir dari suatu penelitian. Baik
buruk, benar salah bahkan sampai pada dipercaya maupun tidak dipercaya
tergantung pada analisis data. Sebaik apapun data yang diperoleh akan tetapi
dalam pengolahan data tidak benar maka hasilnya pun akan salah. Analisis data
yang dilakukan tergantung pada jenis penelitiaanya, apakah kualitatif atau
kuantitatif.
Tentunya kalau kualitatif akan bersifat tanpa ada analisis hitungan
statistik dan jika kuantitatif akan ada hitungan analisis satatistik. Kemudian
termasuk penelitian eksperimen, penelitian ex
post facto, penelitian deskreptif. Ketiganya ini juga akan mempengaruhi
cara menganalisis data yang ada. Biasanya untuk jenis penelitian yang kualitatif
ini mengarah penelitian yang diskreptif/historis sedangkan untuk kuantitatif
termasuk penelitian yang eksperimen. Sedangkan untuk ex post facto bisa masuk pada penelitian kualitatif maupun kuantitatif
tergantung memakai statistik atau tidak.
Agar lebih jelas tentang analisis metode penelitian maka akan kami
berikan beberapa contoh pada penelitian yang sudah penulis lakukan. Semoga
dengan contoh riil yang sudah dilakukan akan menambah gambaran yang lebih
membuka cakrawala tentang cara metode penelitian.
A.
Penelitian
Eksperimen (contoh analisis metode penelitian eksperimen
tentang beton)
Pada penelitian ini akan mengolah beberapa
data-data yang sudah diperoleh. Data yang diperoleh ini adalah bahan dari
penelitian yang akan dioleh untuk menghasilkan suatu rumusan kesimpulan yang
akan diambil.
A. Bahan Penelitian
1.
Data Primer
Data tersebut adalah:
a.
Data nilai hammer test.
b.
Data nilai compression test machine.
c.
Data Kuat tekan rata-rata.
2.
Data Sekunder
Data tersebut adalah sebagai berikut:
a.
Data rata-rata volume molasses yang ada setiap tahun.
b.
Data jenis pemanfaatan molasses oleh masyarakat.
c.
Data jenis pemanfaatan hasil molasses samping tebu oleh industri.
B. Obyek Penelitian
Penelitian ini menggunakan
molasses sebagai bahan tambah untuk
beton pada rumah tinggal sederhana. Benda uji diharapkan minimal 20 buah data sesuai dengan PBI
1971 N. I – 2. (Departemen Pekerjaan Umum, 1979) dan benda uji terdiri dari dua
pembanding untuk mengetahui kuat tekan betonnya sesuai dengan PBI 1971 N. I –
2. (Departemen Pekerjaan Umum, 1989), Molasses
yang digunakan adalah yang ada
dipasaran atau di perjualbelikan bebas ditoko.
C. Alat
Penelitian
Penelitian ini menggunakan
beberapa alat dalam pengupulan data. Data yang dikumpulkan seperti keterangan
diatas adalah data primer maupun data sekunder. Adapun alat-alat yang digunakan
untuk memperlancar pengambilan data tersebut adalah:
1.
Silinder uji.
2.
Hammer test.
3.
Compression test machine.
D. Anlisis Data
D.1 Pengujian Kuat Tekan
Beton
Beton–beton benda uji yang dibuat dihitung kekuatan
tekannya. Kuat tekan benda uji dapat dicari dengan menggunakan alat di
laboratorium. Cara menghitungnya dengan mengambil beberapa sampel yang ada
dengan menggunakan alat Hammer Test dan atau Compression Test Machine.
Sesuai dengan PBI 89 didasarkan ACI 89, setiap kali pengambilan
contoh harus dari dua silinder dengan syarat:
1.
Beton dari semua pasangan
hasilnya tidak kurang dari fc‘+,85s
2.
Tidak satu pun rata-rata
pasangan kurang dari 0,85fc‘
D.1.1 Uji
Hammer Test
Hammer Test adalah alat untuk mengukur kuat tekan beton yang bekerja
berdasarkan prinsip energi dan termasuk metode non destruktif atau bersifat
tidak merusak konstruksi. Sehingga apabila kita menggunakan alat hammer test strukturnya tidak terpengaruh dan tidak mengurangi
kekuatan yang ada. Alat ini dapat digunakan di balok, plat, kolom, dinding,
tangga, atap dan benda uji beton. Alat ini sangat mudah digunakan dan mudah
dibawa.
Syarat pengambilan data dengan alat Hammer Test:
1.
Daerah pengujian harus
rata, licin dan pada tempat yang terjadi
perlemahan.
2.
Dalam area pengujian 20 cm x
20cm, sebaiknya tidak kurang dari 5-10 tumbukan dan diharapkan minimal
sampelnya 20 data.
3.
Pengambilan pengujian jangan
pada daerah keropos dan pada daerah yang agregatnya besar.
4.
Interpretasikan kekuatan tekan
berdasarkan harga rata-rata hasil pengujian.
5.
Interpretasikan kekuatan tekan beton dibantu
dengan grafik.
D.1.2. Uji Compression test
machine.
Seperti Hammer
Test, pada Compression Test Machine mempunyai tujuan mengetahui kuat tekan beton. Cara kerja alat
ini mengambil benda uji yang berbentuk silinder atau berbentuk balok. Jika
benda uji berbentuk balok dan hasilnya
dikonfersikan ke bentuk silinder. Benda uji diharapkan mempunyai luas permukaan
19,625 cm2 (d=5cm) sampai
dengan 490,625 cm2 (d=25cm). Benda uji yang ada dibawa kelaboratorium untuk dihitung kuat
tekannya. Dengan demikian penggunaan alat Compression
Test Machine bersifat destruktif atau bersifat merusak konstruksi dan struktur akan terpengaruh, maka dalam
pengambilan sampel harus berhati-hati.
Menurut Standart
SK SNI T – 15 -1991 – 03 (Departemen Pekerjaan Umum, 1991), kuat tekan beton yang disyaratkan f’c adalah
kuat tekan beton yang ditetapkan oleh perencanaan struktur (benda uji berbentuk
silinder berdiameter 150 mm dan tinggi 300 mm), dipakai dalam perencanaan
struktur beton, dinyatakan dalam mega paskal (M.pa). Bila nantinya nilai f’c
dibawah tanda akar, maka hanya nilai numeric dalam tanda akar yang dipakai dan
hasilnya tetap mempunyai satuan mega paskal (M.pa).
D.2.
Perhitungan Kuat Tekan Beton
Data hasil dari pengambilan kuat tekan dengan metode
destrutif maupun non destruktif perlu dihitung kuat tekannya. Karena kekuatan
hasil ukur pada satu benda uji tersebut tidak hannya satu, maka untuk
menyimpulkan kuat tekannya dengan pengambilan rata-ratanya.
Menurut Kardiyono, Tj (1996), apabila tinggi kurang dari
dua kali diameter, maka perlu adanya faktor koreksi. Adapun faktor koreksi
tersebut adalah pada halaman
berikutnya.
Tabel. V.1: Faktor Koreksi Kuat Tekan Silinder Beton.
Perbandingan
tinggi dan diameter
|
Faktor
koreksi
|
2,00
1,75
1,50
1,25
1,00
|
1,00
0,99
0,97
0,94
0,91
|
Sumber: Kardiyono, Tj (1996)
Sesuai dengan PBI 1971 N. I – 2. (Departemen Pekerjaan
Umum, 1979), Beton adalah suatu bahan konstruksi yang mempunyai kekuatan tekan
khas. Apabila diukur dalam jumlah besar benda-benda uji, nilainya akan menyebar
sekitar suatu nilai rata-rata tertentu. Penyebarannya mengikuti lengkung Gauss, jadi ukuran dari mutu
pelaksanaannya, adalah standart deviasi
sesuai rumus:
‘bk = ‘bm – 1,64 s ………………………………………(V.1)
Keterangan:
s =
standart deviasi (kg/cm2).
‘b = kekuatan tekan beton
yang didapat dari masing-masing benda uji (kg/cm2).
‘bm = kekuatan tekan beton
rata-rata benda uji (kg/cm2).
N =
jumlah seluruh nilai hasil pemeriksaan. Jumlah benda uji minimal 20 buah.
‘bk = kekuatan beton
karateristik (kg/cm2).
Peraturan Beton Bertulang Indonesia 1989, perbandingan beton
pada beton sederhana mutu B1 dan K 125 harus pakai campuran nominal
semen:pasir:krikil dengan perbandingan isi 1 : 2 : 3.
Tabel. V.2: Perbandingan
kekuatan tekan beton pada berbagai umur.
Umur
|
3 7 14 21 28 90 365
|
Semen Biasa
|
0.4
0.65 0.88 0.95 1 1.2
1.35
|
Semen Kekuatan Awal Tinggi
|
0.55
0.75 0.90 0.95 1 1.15 1.2
|
Sumber: PBI 89,
(1989)
Menginggat data yang ada adalah menurut lengkung gauss, dengan demikian data yang ada perlu
adanya uji normalitas dan uji homogen. Uji
normalitas dan uji homogen dapat dihitung dengan menggunakan matematika statistik.
Penghitungan normalitas data dan homogen data menggunakan pendapat dari
Sudjana.
D.3. Uji Data
Menurut Sudjana, (2003):
Uji Normalitas
Berdistribusi normal apabila hasilnya antara -1 sampai dengan 1
(-1< x <1)
Keterangan :
= Simpangan baku
/ standart deviasi
Ï€ = Rata-rata
e = 3,1416
µ = 2,7183
Apabila dengan rumus diatas tidak dapat, maka dengan
menggunakan metode grafis. Sebagai sumbu horizontal adalah data kurang dari dan sumbu vertical adalah
data frekwensi dalam persen. Jika data tersebut dihubungkan akan membentuk
garis lurus atau mendekati garis lurus, maka dapat dianggap data tersebut
berditribusi normal.
Uji Homogen,
Apabila nilai dari Mean, Median, Modus, sama atau
mendekati sama, maka data tersebut dapat dikatakan Homogen. Setelah diuji
normalitas dan homogen, maka data dihitung kuat tekan yang ada sesuai rumus.
Kemudian hasil dari beton tanpa molasses
dibandingkan dengan beton tambah molasses
.
E. Tahapan Penelitian
Tahapan paling penting adalah tahapan pembuatan benda
uji. Pembuatan benda uji dibedakan menjadi dua kelompok yaitu kelompok beton
tanpa molasses dan kelompok beton
menggunakan molasses. Pada pembuatan
beton dengan bahan tambah molasses
perbandingan penambahannya sesuai dengan perbandingan pada bahan tambah buatan
pabrik yang ada dipasaran, yaitu setiap
satu zak semen 50 kg menggunakan 200 cc molasses.
Kedua kelompok tersebut dibuat dengan cara campuran manual dengan perbandingan
isi 1 semen: 2krikil: 3 pasir. Benda uji yang dibuat pada setiap kelompok akan diambil data kuat
tekannya pada hari ke-3, hari ke-14, hari ke 28. Pengambilan data dengan
menggunakan metode destruktif dan non destruktif. Jumlah benda uji setiap pengujian adalah 3 pada setiap kelompok.
Sehingga total semua benda uji adalah 9 benda uji.
Setiap benda benda uji diambil data
kuat tekan dengan hammer test
sebanyak 20 titik. Sehingga data kuat
tekan dengan hammer test ada 180 data
kuat tekan beton. Sedangkan untuk data kuat tekan menggunakan alat Compression Test Machine ada 6 data. Jumlah data yang diperoleh dari hammer test ada 180 dan jumlah data yang
diperoleh dari Compression
Test Machine ada 6 data, maka
jumlah total adalah 186. Dari total jumlah data ada 186 data maka sudah
melebihi persyaratan data yang di persyaratkan yaitu minmal 20 data setiap
benda uji.
Setelah diketahui kuat tekan tiap-tiap benda uji maka
dihitung dulu normalitas dan homogen dari data yang ada. Kemudian data yang tidak memenuhi persyaratan
tidak dipergunakan dalam perhitungan. Kemudian barulah
dihitung kuat tekan beton. Adapun untuk memperjelas maka
tahapa-tahapannya dapat dibuat diagram
alir.
B.
Penelitian Diskreptif/Historis yang
ex post facto (contoh analisis metode
penelitian teroris)
Terorisme di dunia bukanlah
merupakan hal baru, terlepas dari kontroversi kebenarannya tentang pelakunya adalah teroris, sejak terjadinya peristiwa World Trade
Center
(WTC) di New York, Amerika Serikat pada tanggal 11 September 2001, dikenal sebagai “September
Kelabu”, yang memakan 3000 korban. Serangan dilakukan melalui udara, tidak
menggunakan pesawat tempur, melainkan menggunakan pesawat komersil milik
perusahaan Amerika sendiri, sehingga tidak tertangkap oleh radar Amerika
Serikat. Tiga pesawat komersil milik Amerika Serikat dibajak, dua di antaranya
ditabrakkan ke menara kembar Twin Towers World Trade Centre dan gedung Pentagon.
Kejadian ini merupakan isu global
yang mempengaruhi kebijakan politik seluruh negara-negara di dunia, sehingga
menjadi titik tolak persepsi untuk memerangi Terorisme sebagai musuh
internasional. Pembunuhan massal tersebut telah mempersatukan dunia melawan
Terorisme Internasional. Terlebih lagi dengan diikuti terjadinya Tragedi Bali, tanggal
12 Oktober 2002 yang merupakan tindakan teror, menimbulkan korban sipil
terbesar di dunia, yaitu menewaskan 184 orang dan melukai lebih dari 300 orang.
Perang terhadap Terorisme yang dipimpin oleh Amerika, mula-mula mendapat
sambutan dari sekutunya di Eropa.
Pemerintahan Tony Blair termasuk yang pertama mengeluarkan Anti
Terrorism, Crime and Security Act, December 2001, diikuti
tindakan-tindakan dari negara-negara lain yang pada intinya adalah melakukan
perang atas tindak Terorisme di dunia, seperti Filipina dengan mengeluarkan
Anti Terrorism Bill.
A.
Aspek Hukum
Banyak pendapat yang mencoba
mendefinisikan Terorisme, satu di antaranya adalah pengertian yang tercantum
dalam pasal 14 ayat 1 The Prevention of
Terrorism (Temporary Provisions) act, 1984, sebagai berikut: “Terrorism means the use of violence for
political ends and includes any use of violence for the purpose putting the
public or any section of the public in fear.”
Terorisme kian jelas menjadi momok
bagi peradaban modern. Sifat tindakan, pelaku, tujuan strategis, motivasi,
hasil yang diharapkan serta dicapai, target-target serta metode Terorisme kini
semakin luas dan bervariasi. Sehingga semakin jelas bahwa teror bukan merupakan
bentuk kejahatan kekerasan destruktif biasa, melainkan sudah merupakan
kejahatan terhadap perdamaian dan keamanan umat manusia (crimes against
peace and security of mankind).
Menyadari sedemikian besarnya
kerugian yang ditimbulkan oleh suatu tindak Terorisme, serta dampak yang
dirasakan secara langsung oleh Indonesia sebagai akibat dari Tragedi Bali,
merupakan kewajiban pemerintah untuk secepatnya mengusut tuntas Tindak Pidana
Terorisme itu dengan memidana pelaku dan aktor intelektual dibalik peristiwa
tersebut.
Keberadaan Undang-Undang
Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme di samping KUHP dan Undang-Undang Nomor 8
tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (KUHAP), merupakan Hukum Pidana Khusus.
Hal ini memang dimungkinkan, mengingat bahwa ketentuan Hukum Pidana yang
bersifat khusus, dapat tercipta karena:
- Adanya
proses kriminalisasi atas suatu perbuatan
tertentu di dalam masyarakat. Karena pengaruh perkembangan zaman, terjadi
perubahan pandangan dalam masyarakat. Sesuatu yang mulanya dianggap bukan
sebagai Tindak Pidana, karena perubahan pandangan dan norma di masyarakat,
menjadi termasuk Tindak Pidana dan diatur dalam suatu perundang-undangan Hukum
Pidana.
- Undang-Undang
yang ada dianggap tidak memadai lagi terhadap perubahan norma dan
perkembangan teknologi dalam suatu masyarakat, sedangkan untuk perubahan
undang-undang yang telah ada dianggap memakan banyak waktu.
- Suatu
keadaan yang mendesak sehingga dianggap perlu diciptakan suatu peraturan
khusus untuk segera menanganinya.
- Adanya
suatu perbuatan yang khusus dimana apabila dipergunakan proses yang diatur
dalam peraturan perundang-undangan yang telah ada akan mengalami kesulitan
dalam pembuktian.
Sebagai Undang-Undang khusus, berarti
Undang-Undang Nomor 15 tahun 2003 mengatur secara materiil dan formil
sekaligus, sehingga terdapat pengecualian dari asas yang secara umum diatur
dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP)/Kitab Undang-Undang Hukum Acara
Pidana (KUHAP) [[(lex specialis derogat lex generalis)]]. Keberlakuan lex
specialis derogat lex generalis, harus memenuhi kriteria:
- bahwa
pengecualian terhadap Undang-Undang yang bersifat umum, dilakukan oleh
peraturan yang setingkat dengan dirinya, yaitu Undang-Undang.
- bahwa
pengecualian termaksud dinyatakan dalam Undang-Undang khusus tersebut,
sehingga pengecualiannya hanya berlaku sebatas pengecualian yang
dinyatakan dan bagian yang tidak dikecualikan tetap berlaku sepanjang
tidak bertentangan dengan pelaksanaan Undang-Undang khusus tersebut.
Sebagaimana pengertian tersebut di
atas, maka pengaturan pasal 25 Undang-Undang Nomor 15 tahun 2003 tentang
Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme, bahwa untuk menyelesaikan kasus-kasus
Tindak Pidana Terorisme, hukum acara yang berlaku adalah sebagaimana ketentuan
Undang-Undang Nomor 8 tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (Kitab
Undang-Undang Hukum Acara Pidana/KUHAP). Artinya pelaksanaan Undang-Undang
khusus ini tidak boleh bertentangan dengan asas umum Hukum Pidana dan Hukum
Acara Pidana yang telah ada. Namun, pada kenyataannya, terdapat isi ketentuan
beberapa pasal dalam Undang-Undang tersebut yang merupakan penyimpangan asas
umum Hukum Pidana dan Hukum Acara Pidana.
Demikian pula perlu dirumuskan tentang
pengaturan, cara mengajukan tuntutan terhadap petugas yang telah salah dalam
melakukan tugasnya, oleh orang-orang yang menderita akibat kesalahan itu dan
hak asasinya telah terlanggar, karena banyak Pemerintah suatu negara dalam
melakukan pencegahan maupun penindakan terhadap perbuatan teror melalui suatu pengaturan khusus yang
bersifat darurat, dimana aturan darurat itu dianggap telah
jauh melanggar bukan saja hak seseorang terdakwa, akan tetapi juga terhadap Hak
Asasi Manusia. Aturan darurat sedemikian itu telah memberikan wewenang yang
berlebih kepada penguasa di dalam melakukan penindakan terhadap perbuatan
teror.
B.
Aspek Prilaku
Selain
dari aspek hukum aspek prilaku juga sangat penting. Kalau dilihat dari asal
mula terjadinya terorisme berasal dari ketidakpuasan, tidak adil , balas
dendam,Sakit hati. Langkah yang utama adalah semuanya dihilangkan. Memang ini
tidak dapat langsung berdampak positif. Menginggat pelakunya adalah orang yang
terlukai masa lalu dan tidak dapat terakomodir.
Agar
barisan sakit hati ini tidak menyebar maka jangan menyakiti lagi. Sedangkan
untuk pelaku yang sudah terlanjur pengobatannya melalui hukum. Paling penting
mengubah prilaku adalah di dunia pendidikan. Secara tidak sadar pendidikan ini
membentuk karakter bangsa. Tapi kita cukup berbangga dan lega bahwa metode
pendidikan disekolah sudah bergeser kemodel pendidikanyang menyenangkan.
C.
Aspek Keagamaan
Peran pemuka agama
sangat penting karena sifat orang Indonesia adalah sangat taat pada pemuka
agama. Akan tetapi jangan sampai pemuka agama ini membuat doktrin yang keliru,
sehingga tidak jarang para umat ini terjerumus ketempat terorisme. Banyak
sekali pemuda yang tidak menyadari bahwa paham agama yang diikuti adalah
kelompok yang dompleng keagama untuk penggalangan kader teroris.
Oleh sebab itu Para
pemuka agama harus merapatkan sreng koordinasi untuk mengawasi paham-paham yang
memungkinkan terorisme bisa masuk. Mengingat orang Indonesia adalah pemeluk
agama yang sangat dan mudah taat kepeda pemimpin tanpa adanya memilah dan
memilih, yang penting kalau dari pemuda atau tokoh agama pasti benar. Fenomena masyarakat
yang demikian ini membuat mudah termasuki oleh paham terorisme.
Tugas kita bersama
untuk mengubah pola pikir masyarakat yang demikian. Masyarakat harus diajari
untuk menilai, menyaring dan menelaah apa yang diajarkan oleh pemuka agama.
Agar para umat beragama selalu waspada untuk menerima ajaran. Setiap ajaran
harus dirasakan apakah benar atau salah. Jika ajaran tersebut salah maka jangan
diikuti dan begitu sebaliknya jika ajaran itu benar haruslah dilaksanakan.