Jumat, 23 Desember 2011

FORENSIK GEDUNG


ANALISIS  STRUKTUR GEDUNG BERTINGKAT
PASCA BENCANA ALAM
DENGAN MENGGUNAKAN APLIKASI WORKSHEET

Marwahyudi
 
Abstract
Building is a place of activity and interaction among it’s occupants. There fore, the protectian of the strength of building structure must be noticed well. Same dangers that likely to happen are flood, eartquake and corrosive. This research is aimed at knowing the strength of concrate residue. The method used in this research are visual observation, distructive and non destructive test. Distructive method uses hammer test, while non destructive uses compresssion test machine. The result of hammer test is counted by normal and homogeneuos data test. Then, the result of distructive and non destructive test are declaredto be received if the width more than 80% the strength of concrate residue (250kg/cm 2).  It can be concluded that the result of destructive, non destructive and analysis are the demage of building 10.1 %, wall 8.5 %, column 1.4 % (there are two column damage), bean 0.3 % (one beam demage). Several damagae building structure are strengthened by carbon fibre stripe.

Key words: The Strength of concrate residue, Demage, Strenght.

Pendahuluan
Latar Belakang
Seiring dengan perkembangan ilmu pengetehuan, teknologi dan bertumbuhnya kebutuhan hidup manusia, menjadikan bertambahnya rumah hunian. Rumah hunian atau rumah tinggal ini merupakan kebutuhan pokok yang harus dipenuhi. Sehingga pertambahan manusia berbanding lurus dengan bertambahnya rumah. Hampir dapat dipastikan rumah dari bahan kayu, bambu yang bersifat tidak permanen akan tergeser dengan rumah yang berbahan dasar bata, batako yang bersifat permanen. 
Kedepan penggunaan semen semakin meningkat Terbukti di daerah pedesaan semakin marak dalam hal penggunakan semen. Semuanya dikarenakan semakin menipisnya bahan kayu, yang mengakibatkan harga kayu menjadi mahal.
Menjadi menarik, jika yang menggunakan semen untuk bahan banggunan adalah orang yang belum paham. Akibat yang ditimbulkan adalah penggunaan semen yang kurang efisien dan optimum.
Memilih dan  memilah dalam menggunakan semen deperlukan ketrampilan khusus agar hasilnya dapat optimum. Meskipun untuk plesteran atau  konstruksi sederhana, harus tetap difikirkan dalam memilih semen, mengingat di Indonesia akhir-akhir ini sering terjadi gempa.
Gempa ini   sering mengakibatkan kerusakan gedung. Kerusakan tersebut dari retak, mengelupas sampai roboh tergantung dari kekuatan yang melanda pada suatu daerah.
Kerusakan yang ditimbulkan oleh sebab alam memang perlu diantisipasi. Seperti kerusakan akibat gempa, akibat banjir, akibat angin.
Kedepan masyarakat diharapkan mampu dan memahami dalam hal  mengantisipasi kejadian yang akan timbul. Sehingga jika terjadi jumlah kurbannya tidak akan banyak.

Permasalahan
Hasil dari analisis paparan diatas, dapat  disimpulkan menjadi  beberapa permasalahan, yaitu:
1.       Ada kerusakan struktur pasca bencana alam.
2.       Ada beberapa jenis kerusakan yang ditimbulkan.
3.       Kekuatan struktur mengalami degradasi.

Tujuan Penulisan
Masyarakat sudah sering menggunakan bahkan sudah akrab dengan semen. Bahkan semua pruduk yang dihasilkan oleh semen semua orang sudah mengerti dan dapat membuatnya. Hall ini menjadi menarik untuk dikaji lebih lanjut.
Agar masyarakat dapat memahami tentang hasil yang dibuatnya dan kerusakan yang diakibatkan oleh alam, maka perlu adanya analisis mengenai kerusakan beton. Adapun analisis tersebut sebagai berikut:
1.       Mengetahui kerusakan beton.
2.       Mengetahui jenis kerusakan beton.
3.       Mengetahui  Kuat Tekan sisa pada struktur yang rusak.

Landasan Teori
Kerusakanakibat faktor alam pada gedung yang harus diperhatikan secara khusus adalah pada bagian struktur. Struktur paling berat menahan beban gedung. Hal ini dikarenakan semua berat dan beban akan disalurkan juga ditahan oleh struktur. Sebagian besar struktur gedung terbuar dari beton bertulang. Oleh sebab itu beton bertulang pada struktur ini perlu dianalisis secara tuntas.
Menurut Mustopo (1988), kajian kerusakan yang harus diperhatikan dalam menentukan pola kerusakan meliputi empat keadaan yaitu, sebagai berikut:
1.       Pengamatan lapangan.
2.       Informasi dan catatan-catatan.
3.       Pengujian struktur.
4.       Diagnosa penyebab kerusakan.
Menurut Tamim, (1988), identifikasi perbaikan beton bertulang adalah sebagai berikut:
1.       Retak, ialah pecah pada beton dalam garis-garis yang relatif panjang dan sempit.
2.       Lubang, ialah lubang yang relative dalam dan lebar pada beton.
3.       Kelupas dangkal pada permukaan beton.
Menurut Bambang Suhendro, (2003) Crack dibedakan menjadi 3 macam   adalah sebagai berikut:

1.       Retak kecil        : lebar<0,5 mm.
2.       Retak sedang   : lebar<0,5 mm - 1,2 mm.
3.       Retak besar      : lebar>1,2 mm..
Spalling dibedakan menjadi 3 macam   adalah sebagai berikut:
1.       Terkelupas ringan : dalam<20 mm.
2.       terkelupas sedang : dalam>20 mm, baja tulangan belum kelihatan.
3.       terkelupas berat: dalam>20 mm, baja tulangan sudah kelihatan.

Metode Penelitian
Pengambilan data menggunakan data primer dan data sekunder. Data primer meliputi:
1.       Pencatatan jenis kerusakan kolom.
2.       Pencatatan jenis kerusakan balok.
3.       Pencatatan jenis kerudsakan plat lantai.
4.       Pengukuran volume kerusakan
Data sekunder adalah sebagai berikut:
1.       Penyebab kerusakan komponen bangunan
2.       Gambar bangunan
3.       Mutu beton.
Pengambilan data menggunakan purposive random sampling, sehingga tidak semua obyek diambil datanya, akan tetapi obyek yang diambil adalah disesuaikan dengan tujuan penelitian dan diupanyakan mewakili kondisi sebenarnya.
Menurut Sutrisno hadi, (2000), purposive randem sampling adalah teknik pengambilan data yang pengambilan datanya berdasarkan tujuan tertentu.
Data yang diambil sebagai sampel adalah:
1.       Non destruktif
Pengambilan data dengan cara tidak merusak dan mengambil 8 sampel data, dengan rician
a.       Kolom 4 buah (2 kondisi rusak dan 2 kondisi baik) 
b.       Balok 2 buah (1 kondisi rusak dan 1 kondisi baik). 
c.        Plat lantai 2 buah (1 kondisi rusak dan 1 kondisi baik).
2.       Destruktif
Pengambilan data dengan cara  merusak dan mengambil 3 sampel data, dengan rician
a.       Kolom 2 buah (1 kondisi baik dan 1 kondisi baik) 
b.       Balok 1 buah (1 kondisi rusak). 
Hasil data yang diperoleh diuji normalitas dan homogen data. Hal ini dikarenakan data yang diperoleh adalah data yang menurut lengkung Gauss, menurut PBI 1971 N.I-2 (Depertemen Pekerjaan Umum, 1971).
Setelah semua didapatkan data maka dihitung kuat tekan sisa beton dan dibandingkan dengan kuat tekan beton rencana.
Agar dalam menganalisa struktur mendapatkan hasil yang memuaskan dan lebih akurat maka perlu tahapan-tahapan penelitian. Adapun tahapan-tahapan penelitian sebagai berikut:
a.       Tahap I     : Mulai
b.       Tahap II    : Visual, Studi literatur, Arah penelitian
c.        Tahap III  :  Penelitian, data primer dan sekunder.
d.       Tahap IV  : Analisa Data, Hasil
e.         Tahap V   : Selesai                         

Hasil dan Pembahasan
Masyarakat awam sangat kekurangan informasi kerusakan yang ada. Mereka hanya mampu menggunakan melihat akan tetapi belum mampu memprediksi kejadian yang akan timbul.  Hal ini mengakibatkan kejadian yang ada dianggap tidak membahayakan individu.  Tugas dari perguruan tinggi untuk menyalesaikan permasalahan ini  dan hasilnya dapat dengan mudah digunakan oleh masyarakat.  
Agar dapat menghasilkan yang optimum semua hasil dari produk dan sifat semen perlu adanya analisis yang mendalam. Semen apabila terkena air akan mengeras, jika sudah mengeras maka akan tidak dapat digunakan. Menurut Asroni, A (2005), campuran antara air dan semen akan membentuk pasta semen, yang berfungsi sebagai bahan ikat. Sedangkan pasir dan krikil merupakan bahan agregat yang berfungsi sebagai bahan pengisi dan sekaligus sebagai bahan yang diikat oleh pasta semen.     
Menurut Kardiyono, Tj (1996), semen sering disebut semen Portland, semen yang dipakai di Indonesia dibagi menjadi 5 jenis yaitu:
1.       Jenis I: Semen portland untuk penggunaan umum, tidak memperlukan syarat khusus.
2.     Jenis II: Semen portland untuk beton tahan sulfat dan mempunyai panas hidrasi sedang.
3.     Jenis III: Semen portland untuk beton dengan kekuatan awal tinggi (cepat mengeras).
4.     Jenis IV: Semen portland untuk beton  panas hidrasi rendah.
5.     Jenis V: Semen portland untuk beton sangat tahan terhadap sulfat.
PBI 1971 N. I – 2. (Departemen Pekerjaan Umum, 1979). Mengenai Semen:
1.       Jenis-jenis semen yang ada:
a.       Semen Portlan-tras.
b.       Semen Alumuna.
c.        Semen tahan sulfat.
2.       Pada beton  non struktural selain menggunakan  semen yang tersebut diatas dapat juga menggunkan semen tras kapur.

Pengamatan.
Beton merupakan campuran beberapa unsur yang menjadi satu kesatuan yang berfungsi menahan gaya tekan. Unsur tersebut adalah semen, air, agregat halus dan agregat kasar. Beberapa unsur ini berfungsi sesuai dengan fungsinya sendiri-sendiri.
Penyusun-penyusun beton maupun plesteran harus dapat membuat satu kesatuan yang kuat dan lekat. Sifat antar penyusun tidak boleh ada yang bertolak belakang, agar nantinya menjadi adonan yang kuat dan baik.

  Semen. Pengamatan pada semen dapat dilakukan dengan panca indra yaitu dilakukan dengan pengamatan mata   dan diraba  dengan tangan. Pengamatan ini bertujuan untuk mengetahui kondisi semen. Apakah semen masih halus atau sudah ada yang meneras. Mengingat apabila semen yang sudah mengeras tidak dapat digunakan sebagai bahan pengikat agregat  maka perlu diwaspadai kondisi semen tersebut. 
Semen yang digunakan untuk pembuatan beton, yaitu semen yang berbutir halus. Kehalusan butir semen ini dapat diraba/dirasakan dengan tangan. Semen yang tercampur/mengandung gumpalan meskipun kecil, tidak baik untuk pembuatan beton, Asroni, A, (2005).
Mestinnya masyarakat mengerti akan kwalitas semen ini. Minimal apabila sudah mengeras jangan dibeli. Hal ini dimaksudkan agar semen dapat berfungsi secara maksimal.

Air. Air yang diminum pada dasarnya  dapat dipastikan  bagus untuk pembuatan beton. Karena air yang dapat diminum sudah tidak mengandung zat yang merugikan manusia. Jika air tidak meracuni manusia, maka baik digunakan untuk plesteran dan beton.
Air yang dapat digunakan untuk pembuatan dan perawatan beton tersebut harus tidak boleh mengandung minyak, asam, alkali, garam, bahan-bahan organis atau bahan-bahan lain yang dapat merusak beton,  menurut PBI 1971 N. I – 2. (Departemen Pekerjaan Umum, 1979).
Jumlah air yang digunakan untuk plesteran dan campuran beton pada umumnya dihitung berdasarkan nilai perbandingan berat air dengan berat semen dan sering disebut factor air semen (water cement factor). 
water cement factor  juga akan mempengaruhi dalam pengerjaan beton. Semakin encer beton, semakin mudah dikerjakan (workability). Tetapi perlu diingat, terlalu encer juga akan menggurangi kekuatan beton. 
 
Agregat Halus dan Agregat Kasar.
Menurut  standart SK SNI T – 15 -1991 – 03 (Departemen Pekerjaan Umum, 1991).
1.       Agregat adalah material granular, misalnya pasir, krikil, batu pecah, kerak tungku besi, yang dipakai sama-sama dengan suatu media pengikat untuk membentuk suatu beton semen hidraulik atau adukan.
2.       Agregat ringan adalah agregat yang dalam keadaan kering dan gembur mempunyai berat 1100 kg/m3 atau kurang.
3.       Agregat halus adalah pasir alam sebagai hasil desintegrasi “alami” dari batuan atau pasir yang dihasilkan oleh industri pemecah batu dan mempunyai ukuran terbesar 5,0 mm.
4.       Agregat kasar adalah kerikil alam sebagai hasil desintegrasi “alami” dari batuan atau berupa batu pecah  yang dihasilkan oleh industri pemecah batu dan mempunyai ukuran  5,0 – 40,0 mm.
5.       Adukan adalah campuran antara agregat halus dan semen portlan atau sembarang semen hidroulik lainnya dan air.
Menurut Asroni, A (2005),  Pasir yang digunakan sebagai bahan beton, harus memenuhi syarat:
1.       Berbutir tajam dan keras.
2.       Bersirfat kekal, yaitu tidak mudah lapuk/hancur oleh perubahan cuaca, seperti terik matahari dan hujan.
3.       Tidak boleh menggandung Lumpur lebih dari 5% dari berat kering. Jika kandungan lumpur lebih dari 5%, maka pasir harus dicuci.
4.       Tidak boleh mengandung pasir laut (kecuali dengan petunjuk staf ahli), karena pasir laut ini banyak mengandung garam.   
Kerikil atau batu pecah  yang digunakan sebagai bahan beton, harus memenuhi syarat:
1.       Bersifat padat dan keras, juga tidak berpori.
2.       Harus bersih, tidak boleh mengandung Lumpur lebih dari 1%. Jika kandungan Lumpur lebih dari 1%,  maka kerikil atau batu pecah harus dicuci.
3.       Pada keadaan terpaksa, dapat dipakai kerikil bulat.

Analisis Semen
Bahan-bahan pembuat semen perlu dipahami. Apabila bahan-bahan penyusun sudah dapat dipahami, maka kita akan dengan mudah memaksimalkan kelebihan semen. Agar semuanya dapat dipahami maka perlu adanya analisis yang mendalam tentang.
Analisis pada semen yang dapat dilakukan dengan  dua cara, yaitu analisis kualitatif dan analisis kuantitatif. Analisis kualitatif hasilnya tidak bebentuk angka, tetapi berbentuk sifat. Alat yang digunakan adalah pancaindra dan hasilnya adalah: warna halus, kasar, bau. Sedangkan kuantitatif hasilnya menunjukkan angka, misalnya volume, berat, kadar/persentase.   
Analisis kualitatif  tanpa menentukan nilai dapat dilakuakan dengan cara:
1.       Analisa pancaindra.
2.       Analisa Anion Kation.
Analisis kuantitatif  dengan menentukan nilai  dapat dilakuakan dengan cara:
1.       Analisa volume.
2.       Analisa berat.
3.       Analisa kecepatan merambat.

Pengujian Kekuatan Beton
Kekuatan beton sangat dipengaruhi oleh semen. Mengingat semen adalah bahan pokok dalam unsur pengikat. Jika kondisi agregat halus dan kasar sama-sama bersih dan semen yang digunakan dari produk yang berbeda maka hasil ukur  kuat tekan beton akan tetap berbeda. Seperti yang sudah dilakukan oleh  Kardiyono, Tj (1996),  
Kardiyono, Tj, (1996), Melakukan percobaan pada 5 jenis semen pada adukan beton, ternyata kelima jenis semen tersebut mempunyai kekuatan tekan yang berbeda dan jumlah kandungan semen yang digunakan pada adukan juga berpengaruh terhadap kuat tekan beton.
Menurut  Standart SK SNI T – 15 -1991 – 03 (Departemen Pekerjaan Umum, 1991),  kuat tekan beton yang disyaratkan f’c adalah kuat tekan beton yang ditetapkan oleh perencanaan struktur (benda uji berbentuk silinder berdiameter 150 mm dan tinggi 300 mm), dipakai dalam perencanaan struktur beton, dinyatakan dalam mega paskal (M.pa). Bila nantinya nilai f’c dibawah tanda akar, maka hanya nilai numeric dalam tanda akar yang dipakai dan hasilnya tetap mempunyai satuan mega paskal (M.pa).
Kuat tekan yang dihasilkan dapat dicari dan dihitung  besarnya. Sesuai aturan  cara menghitungnya dengan mengambil beberapa sampl yang ada dengan  menggunakan alat Hammer Test dan atau Compression Test Machine. Kemudian dari data-data tersebut dihitung dengan rumus.
Hammer Test adalah alat untuk mengukur kuat tekan beton yang bekerja berdasarkan prinsip energi dan termasuk metode non destruktif atau bersifat tidak merusak konstruksi. Sehingga apabila kita menggunakan alat hammer test strukturnya  tidak terpengaruh dan tidak mengurangi kekuatan yang ada. Alat ini dapat digunakan di balok, plat, kolom, dinding, tangga, dan atap. 
  

 
Syarat pengambilan data dengan alat Hammer Test:
1.     Daerah pengujian harus rata,  licin dan pada tempat yang terjadi perlemahan.
2.     Dalam area pengujian 20 cm x 20cm, sebaiknya tidak kurang dari 5-10 tumbukan dan diharapkan minimal sampelnya 20.
3.     Pengambilan pengujian jangan pada daerah keropos dan pada daerah yang agregatnya besar.
4.     Interpretasikan kekuatan tekan berdasarkan harga rata-rata hasil pengujian.
5.     Interpretasikan kekuatan tekan beton dibantu dengan grafik.
 
Seperti Hammer Test, pada Compression Test Machine mempunyai tujuan   mengetahui kuat tekan beton. Cara kerja alat ini mengambil benda uji  yang  berbentuk silinder atau berbentuk balok. Jika benda uji berbentuk balok dan  hasilnya dikonfersikan ke bentuk silinder. Benda uji diharapkan mempunyai luas permukaan 19,625 cm2 (d=5cm) sampai  dengan 490,625 cm2 (d=25cm). Pengambilan benda uji dengan cara melobangi beton, lalu benda uji dibawa kelaboratorium untuk dihitung kuat tekannya. Dengan demikian dengan alat Compression Test Machine bersifat destruktif atau bersifat merusak konstruksi dan   struktur akan terpengaruh, maka dalam pengambilan sampel harus berhati-hati. 
   
Kuat tekan beton, semakin lama semakin bertambah kuat. Kekuatan beton akan mencapai 100% jika mencapai umur 28 hari.

Tabel 1 Hubungan kuat tekan dengan umur beton
Umur
Kuat tekan beton  %
3
7
14
21
28
90
365
40
65
88
95
100
120
135
Sumber:  Departemen Pekerjaan Umum, (1979)

Alat ini dapat digunakan untuk menguji segala jenis beton juga  harus difahami bahwa alat ini sangat ada yang besar dan ada yang kecil tergantung kemempuannya.
Menurut Kardiyono, Tj (1996), apabila tinggi kurang dari dua kali diameter, maka perlu adanya factor koreksi. Adapun faktor koreksi tersebut adalah:
Tabel 2 Faktor koreksi kuat tekan silinder beton
Perbandingan tinggi dan diameter
Faktor koreksi
2,00
1,75
1,50
1,25
1,00
1,00
0,99
0,97
0,94
0,91
Sumber:  Kardiyono, Tj. (1996)

Menurut  PBI 1971 N. I – 2. (Departemen Pekerjaan Umum, 1979), Beton adalah suatu bahan konstruksi yang mempunyai kekuatan tekan khas. Apabila diukur dalam jumlah besar benda-benda uji, nilainya akan menyebar sekitar suatu nilai rata-rata tertentu. Penyebarannya mengikuti lengkung Gauss, jadi ukuran dari mutu pelaksanaannya, adalah  standart deviasi sesuai rumus:

‘bk = ‘bm– 1,64s  ……...............................(1)
Keterangan:
s           = standart deviasi (kg/cm2).
‘b       = kekuatan tekan beton yang didapat dari masing-masing benda uji (kg/cm2).
‘bm    = kekuatan tekan beton rata-rata benda uji (kg/cm2).
N         = jumlah seluruh nilai hasil pemeriksaan. Jumlah benda uji minimal 20 buah.
‘bk     = kekuatan beton karateristik   (kg/cm2).

Sebelum nilai ‘bk dihitung, data yang didapat harus dianalisis mengenai sebaran data. Analisis data tersebut mengenai distribusi normal dan menpunyai data  yang sejenis. Jika sudah memenuhi persyaratan data baru dapat digunakan dan ‘bk dapat dianalisis. Tahapan  ini dilakukan untuk mengurangi kesalahan dalam mengukur benda uji beton.
Menurut PBI 1971 N. I – 2. (Departemen Pekerjaan Umum, 1979), data kuat tekan beton adalah menurut lengkung gauss atau berdistribusi normal. Sehingga perlu adanya uji normalitas dan uji homogen. Uji  normalitas dan uji homogen dapat dihitung dengan  menggunakan matematika statistik. Penghitungan  normalitas data dan  homogen data menggunakan pendapat dari Sudjana.
Kami sampaikan contoh perhitungan kuat tekan beton sisa. Perhitungan sejenis berlaku sampai pada semua sampel penelitian.

Uji Normalitas
Menurut Sudjana, (2003):

Berdistribusi normal apabila hasilnya antara -1 sampai dengan 1 (-1< x <1)
Keterangan :
= Simpangan baku / standart deviasi
π = Rata-rata
e = 3,1416
µ = 2,7183

Apabila dengan rumus di atas tidak dapat, maka dengan menggunakan metode grafis. Sebagai sumbu horizontal adalah  data kurang dari dan sumbu vertical adalah data frekwensi dalam persen. Jika data tersebut dihubungkan akan membentuk garis lurus atau mendekati garis lurus, maka dapat dianggap data tersebut berditribusi normal.

Uji Homogen
Apabila nilai dari Mean, Median, Modus, sama atau mendekati sama, maka data tersebut dapat dikatakan homogen.
Kami sampaikan contoh perhitungan kuat tekan beton sisa. Perhitungan sejenis berlaku sampai pada semua sampel penelitian.
Kerusakan beton.
Kerusakan beton yang sering adalah retak, mengelupas, bahkan sampai  roboh. Penyebab kerusakan   diakibatkan oleh umur, angin gerakan tanah, bencana alam.
 Menurut Suhendro, B, (2003), Kerusakan pada beton meliputi Crack, Spalling. Crack dan dibedakan menjadi 3 macam yaitu:
1.       Retak kecil   : Lebar retak < 0.5 mm.
2.       Retak sedang: Lebar retak 0.5-1.2 mm
3.       Retak besar: Lebar retak >1.2 mm.

Spalling dibedakan menjadi 3 macam yaitu:
1.       Terkelupas ringan  : dalam<20 mm.
2.       Terkelupas sedang : dalam>20 mm   baja tulangan belum kelihatan.
3.       Terkelupas berat : dalam>20 mm baja tulangan sudah kelihatan.
Hasil analisis Homogen dan Normalitas data diambil satu contoh saja. Tetapi analisis ini berlaku untuk semua data.

Menurut Standart SK SNI T-15-1991-03 (Departemen Pekerjaan Umum, 1991):
1.       Bagian struktur yang diuji menunjukan gejala keruntuhan yang terlihat secara nyata, maka bagian truktur tersebut tidak boleh diuji ulang.
2.       Bagian struktur yang diuji dikatakan memuaskan bila:
a.       Bagian struktur yang iuji tidak menunjukkan gejala keruntuhan yang terlihat secara nyata.
b.       Pemulihan kekuatan pada uji coba minimal 75% dari kekuatan rencana, apabila tidak memenuhi boleh diuji ulang tapi kekuatannya harus memenuhi 80% dari kekuatan rencana.
3.       Struktur yang diteliti tidak   memenuhi ketentuan. Pejabat bangunan yang berwenang dapat menyetujui penggunaan bangunan tersebut untuk tingkat pembebanan yang lebih rendah berdasarkan hasil uji atau analisis.
4.       Bila terjadi suatu keraguan mengenai keamanan dari suatu struktur atau komponen struktur, pejabat bangunan yang berwenang boleh meminta suatu penelitian terhadap kekuatan struktur dengan cara analisis ataupun dengan cara uji beban, atau dengan kombinasi dari analisis dan uji beban.  

Simpulan
Kuat tekan beton dapat dicari dengan dua metode yaitu destruktif dan non destruktif. Metode non destruktif dengan menggunakan alat hammer test dan metode destruktif menggunakan alat compression test machine.Kerusakan beton terdiri dari retak, mengelupas dan yang paling berat adalah banggunan roboh.
Hasil penelitian non destruktif dihitung normalitas dan homogen. Setelah itu dihitung kekeuatan sisa yang masih ada. Titik pengambilan data hammer test peneliti menggunakan delapan titik. Pada jurnal ini peneliti hannya menampilkan contoh perhitungan. Hal ini penulis lakukan mengingat tempat yang kurang memungkinkan jika ditampilkan semua hasil perhitungan.
Sesuai dengan persyaratan dan hasil dari analisis diatas maka dapat disimpulkan untuk Titik IV dan VI dibawah 200 Kg/cm2. Sehingga kedua titik ini perlu adanya perkuatan. Perkuatan struktur yang tidak memenuhi persyaratan, diperkuat dengan carbon fibre stripe. Sehingga kekuatannya dapat memenuhi persyaratan yang diijinkan.

Daftar Pustaka

Asroni, A. 2001. Struktur Beton, Penerbit UMS, Surakarta.

Departemen Pekerjaan Umum.1971. Standar Beton Bertulang Indonesia, N. I.-2, Penerbit Yayasan LPMB, Bandung.

Departemen Pekerjaan Umum.1991. Standar Tata Cara Perhitungan Struktur Beton Untuk Bangunan Gedung, SK SNI. T-15-1991-03, Penerbit Yayasan LPMB, Bandung.

Departemen Pekerjaan Umum. 1993.   Pedoman Standarisasi Dan Pedoman Penyelenggaraan Pembangunan Gedung Negara, Penerbit DPU,  Jakarta.

Hadi, S. 2000. Statistik, Penerbit Andi, Yogyakarta.

Lumantara, B. 2001. Analisis Dinamis Dan Gempa, Penerbit Andi, Yogyakarta.

Marwahyudi. 2003. Analisis Pasca Gempa Gedung LP3 Sahid Surakarta, Tesis S2 Magister Teknik Sipil UMS.

Moestopo. 1998. Teknik Pemeliharaan Dan Perawatan, Penerbit Erlangga, Jakarta.

Sudjana, N. 1996. Metode Statistik, Penerbit Tarsito, Bandung.

Suhendro, B. 2003. Infrastrucure Management System, Seminar Nasional Penenggulangan, Pendeteksian dan Penyelesaian Kerusakan Pada Bangunan Sipil, Surakarta.

Somantri, A. dan Ali Muhidin, S. 2006. Statistik Dan Penelitian, Penerbit Pustaka Setia, Bandung.

Tjokrodimulyo, K. 1996. Teknologi Beton, Penerbit Nafiri, Yogyakarta.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar