BAB
I
PENDAHULUAN
A
Latar Belakang
Kita
ketahui bersama bahwa jauh sebelum Negara Kesatuan Republik Indonesia ini
berdiri, sudah berdiri kerajaan.
Kerajaan yang berada di Indonesia mempunyai ciri khusus dalam menjalankan roda
pemerintahannya. Model pemerintahan diantanya sebagai berikut: upeti kepada
kerajaan, kepatuhan rakyat pada rajanya (salah maupun benar), tingkatan strata
di masyarakat. Beberapa contoh pola pemerintahan kerajaan diatas sangat melekat
dimasyarakat dewasa ini. Hannya saja model dan bentuknya berbeda. Akan tetapi
esensinya sama.
Setelah
jaman kerajaan Bangsa Indonesia memasuki jaman penjajahan. Pada fase penjajahan
ini semua hasil bumi Indonesia diserap untuk kepentingaan penjajah. Rakyat
dipekerjakan dengan kekerasan dan hasilnya untuk penjajah, rakyat hanya dapat
yang tidak sepadan. Rakyat yang membangkang disiksa, ditindas bahkan dibunuh.
Rakyat yang kuat membangkan diadu domba, difitnah agar terpecah sehingga rapuh
sehingga mudah untuk dibunuh. Keterangan tersebut adalah gambaran kondisi yang
dalami pada masa penjajahan. Adapun pola-pola pemerintahan penjajah di
Indonesia diantaranya: memecah belah, adu domba, memeras rakyat.
Setelah fase kerajaan, fase penjajahan
kemudian fase Negara Kesatuan Republik Indonesia. Pada jaman ini Indonesia
termasuk negara yang sedang berkembang. Seiring dengan perkembangannya maka
Indonesia memerlukan informasi, ilmu dan teknologi untuk memajukan rakyat
Indonesia. Pada proses perkembangannya Indonesia membuka informasi
seluas-luasnya demi perkembangan rakyatnya. Bangsa Indonesia terkadang lupa
banhwa semua yang dari luar negeri tersebut tidak semua baik. Perkembangan
pemerintah Indonesia secara tidak sadar belum bisa menghilangkan prilaku masa
kerajaan dan penjajah yang tidak sadar terdoktrin di kehidupan bangsa.
Pengalaman bangsa Indonesia pada masa kerajaan dan penjajahan secara tidak
sadar mengilhami prilaku bangsa
Indonesia dewasa ini. Di antara prilaku jaman dahulu yang negatif masih
terlihat diantaranya sebagai berikut: adu domba, patuh pada pimpinan apakah
benar atau salah, kekerasan.
Beberapa
prilaku yang tidak baik dan masih ada sampai sekarang adalah adanya geng pemuda
yang negatif. Anggota geng tersebut sangat taat pada pimpinannya juga melakukan
apa saja meskipun merugikan orang lain. Perkelahian pelajar maupun mahasiswa
ini juga mencerminkan masih adanya budaya penjajahan yang secara tidak sadar
mengilhami, ini terbukti dengan adanya kekerasan. Masih ada juga yang mengadu
domba kelompok-kelompok masyarakat, menbuat kondisi tidak tentram, sehingga
yang mengadu domba mendapat keuntungan dibalik perkelahian tersebut.
Adanya
bom bunuh diri, teroris dan konflik sara, hal ini sebenarnya juga prilaku yang
dilakukan oleh penjajah, yang secara tidak sadar mengilhami prilaku kejahatan
tersebut. Prilaku penjajah tersebut dilakukan oleh aktor intelektual maupun
pelakunya langsung.
Peran
media sangatlah penting. Jangan sampai informasi dari media massa ditiru bagi
masyarakat. Prilaku masyarakat yang meniru ini boleh asalkan yang ditiru
positif dan jangan yang negatif. Kita ketahui bersama bahwa prilaku yang tidak
baik itu akan lebih mudah ditiru dibandingkan prilaku yang baik.
Contoh
fenomena buruk dimasyarakat, bahwa setelah ada penanyangan bunuh diri beberapa
waktu kemudian ada penanyangan bunuh diri yang terjadi. Penanyangan tentang
mutilasi, akan ada penanyangan mutilasi pada waktu berikutnya. Penanyangan
sodomi, akan ada penanyangan sodomi pada waktu berikutnya. Beberapa contoh
fenomena tersebut diatas, menjadikan keprihatinan kita semua. Oleh sebab itu
maka media harus hati-hati dalam memberikan infomasi kepada masyarakat.
Akan
lebih baik informasi yang disebarkan adalah informasi demi kemajuan bangsa. Hal
ini perlu dilakukan oleh bangsa Indonesia. Karna bangsa ini masih pada fase
suka meniru. Proses meniru ini akan berjalan dengan baik jika dengan melihat.
Oleh sebab itu maka informasi terkhusus media televisi harus memberitakan yang
baik, sehingga mengakibatkan efek baik pula pada masyarakat.
Sebenarnya
bangsa Indonesia ini adalah bangsa yang besar dan mampu kreatif untuk
berkarnya. Hal ini terbukti adanya beberapa filosofi Indonesia yang masih
dipakai sampai sekarang, semisal: Ki Hajar Dewantara (Ing Ngarso Sung Tulodo,
Ing Madyo Mangun Karso, Tutwuri Handayani), filosofi jawa dalam ilmu pengetahuan
adalah Niteni, Niru, Nambahi (Mengamati, Meniru, Mengembangkan), pada masa
pemeritahan kali ini dedengungkan ekonomi kreatif. Beberapa contoh tersebut
sebenarnya Indonesia bisa besar, maju dan makmur.
Sehingga,
bagaimana bangsa Indonesia ini agar maju tergamtung dari masyarakat Indonesia
sendiri. Tidak akan ada negara lain yang ingin mejajukan negara Indonesia. Jika
ada pasti ada beberapa tujuan lain yang diinginkan oleh negara tersebut. Oleh
sebab itu mari kita bersama satukan tujuan, kesampingkan kepentingan pribadi
dan utamakan kepentingan bangsa juga negara.
B.
Perumusan Masalah
Bangsa Indonesia sudah sering mengalami
kesengsaraan, penekanan, keterpurukan, terpecah belah, ketidak adilan.
Masyarakat mengalami beberapa contoh prilaku diatas kemungkinan kita semua
belum menyadari bahwa kebersamaan, mengutamakan kepentingan bangsa juga negara,
mengesampingkan kepentingan pribadi maupun golongan akan mempercepat kemakmuran
Indonesia. Beberapa uraian diatas dan latar belakang dapatlah dirumuskan sebagai
berikut:
”Bagaimana Faktor Pendukung Terbentuknya
Radikalisme dan Terorisme di Indonesia”
C.
Tujuan Penulisan
Penulis
pada tulisan ini bermaksud “MENGANALISA RADIKALISME DAN TERORISME DI INDONESIA”.
Karena keduanya ada keterkaitannya dan akibatnya merugikan masyarakat. Sehingga
nantinya dapat:
“Mengetahui Faktor Pendukung Terbentuknya
Radikalisme dan Terorisme di Indonesia”
Kedepan
penulis menyakini bahwa tulisan ini akan bermanfaat sebagai:
1. Pemuda,
tunas bangsa, penerus Indonesia.
2. Pemerhati
tentang radikalisme dan terorisme.
3. Studi
tentang radikalisme dan terorisme.
BAB
II
KERANGKA
BERPIKIR, TEORITIS dan HIPOTESA
A. Kerangka
Berpikir
1. Faktor
pendukung
Faktor
pendudukung adalah sesuatu atau segala kondisi yang mamapu mendorong terjadinya
permasalahan. Faktor pendukung ini dapat berasal dari kondisi lingkungan,
keluarga dan kebudayaan. Banyak hal yang harus dimengerti tentang terdorongnya
terjadinya radikalisme dan terorisme.
Radikalisme
dan terorisme memang sangat berbeda akan tetapi untuk kejadian di Indonesia
faktor pendukungnya hampir mirip.
Semuanya muncul dikarenakan adanya masyarakat belum dapat merasakan
pembangunan. Ada masyarakat yang masih merasa terbelenggu dengan kesengsaraan
mereka merasa belum dapat menikmati kemerdekaan.
Kejadian
ini deperparah konsep poemerintahan terdahulu menerapkan stabilitas negara yang
ketat sehingga yang tidak sesuai akan dipinggirkan. Prilaku ini masih mirip
dengan pembelengguan pada masa penjajahan. Hal ini yang sering dirasakan oleh
beberapa elemen masyarakat dewasa ini. Kejadian radikalisme dan terorisme
sekarang, bukan berarti penyebabnya baru-baru saja, akan tetapi faktor
pendudkungnya sudah lama terjadi dan momentum timbulnya pada sekarang tepat
sekali. Hal ini dikarenakan pemerintah memulai untuk membuka belenggu dan
elemen masyarakat terlalu lepas berekspresi. Sehingga terasa kurang terkontrol
dan tidak memperhatikan kepentingan orang lain dan negara yang lebih besar.
Faktor
pendudukung adalah sesuatu atau segala kondisi yang mamapu mendorong terjadinya
permasalahan. Faktor pendukung ini dapat berasal dari kondisi lingkungan,
keluarga dan kebudayaan. Banyak hal yang harus dimengerti tentang terdorongnya
terjadinya radikalisme dan terorisme.
Radikalisme
dan terorisme memang sangat berbeda akan tetapi untuk kejadian di Indonesia
faktor pendukungnya hampir mirip.
Semuanya muncul dikarenakan adanya masyarakat belum dapat merasakan
pembangunan. Ada masyarakat yang masih merasa terbelenggu dengan kesengsaraan
mereka merasa belum dapat menikmati kemerdekaan.
Kejadian
ini diperparah konsep poemerintahan terdahulu menerapkan stabilitas negara yang
ketat sehingga yang tidak sesuai akan dipinggirkan. Prilaku ini masih mirip
dengan pembelengguan pada masa penjajahan. Hal ini yang sering dirasakan oleh
beberapa elemen masyarakat dewasa ini. Kejadian radikalisme dan terorisme
sekarang, bukan berarti penyebabnya baru-baru saja, akan tetapi faktor
pendudkungnya sudah lama terjadi dan momentum timbulnya pada sekarang tepat
sekali. Hal ini dikarenakan pemerintah memulai untuk membuka belenggu dan
elemen masyarakat terlalu lepas berekspresi. Sehingga terasa kurang terkontrol
dan tidak memperhatikan kepentingan orang lain dan negara yang lebih besar.
2. Radikalisme
Radikalisme
adalah identik dengan kekerasan. Kekerasan bangsa ini sudah sering dialami oleh
beberapa elemen bangsa. Semenjak jaman penjajahan yang selama 3,5 abad. Proses
ini jelas ikut membentuk prilaku bangsa ini. Secara sadar maupun tidak sadar
pengalaman dijajah telah membentuk prilaku bangsa Indonesia.
Prilaku
yang terbentuk secara tidak sadar adalah diantaranya pemberontak dan penindas.
Kedua hal ini secara tidak sadar akan mempengaruhi prilaku bangsa ini. Beberapa
yang menjadi pemangku kebijakan sering menerapkan kebijakkan yang memaksa dan
begitu sebaliknya masyarakat yang dipimpin menolak dahulu tanpa berpikir
panjang. Banyak kejadian yang terjadi dimasyarakat bangkan bangsa ini juga
secara tidak langsung bertindak hal sama. Apabila kita tidak senang pada
prilaku seseorang maka semua produk keilmuan maupun kebijakkannya ditolak dan
tidak dipakai. Prilaku ini adalah trauma sejarah. Bahwa kita benci penjajah dan
semuanya tidak kita pakai. Sampai pada perencanaan kota yang jauh kedepan tidak
dipakai karena kita terlalu benci pada semua produk penjajah. Padahal tidak
semua produknya menyengsarakan bangsa.
Hal
inilah yang secara tidak sengaja membentuk prilaku bangsa. Karena secara tidak
sadar kita hannya meniru prilaku pendahulu kita. Padahal prilaku pendahulu
belum tentu semua baik dan belum tentu semua buruk.
Memang
kita cukup menyadari bahwa bangsa ini dijajah dengan kekerasan sehingga orang
tua mendidik anak dengan kekerasan pula. Akan tetapi angkatan orang tua pada
tahun 2000 an ini cara mendidik sudah berubah, yaitu dengan kegembiraan. Hal
ini dipertega dengan paradikma pendidikan nasional Indonesia yaitu mendidik
dengan kegembiraan dan tidak tertekan. Semua yang dilakukan bangsa ini akan
dinikmati 10 tahun kedepan dan tidak mungkin dinikmati sekarang. Sekali lagi
kejadian sekarang adalah berhasal dari pola prilaku terdahulu.
3. Terorisme
Terorisme adalah serangan-serangan terkoordinasi yang
bertujuan membangkitkan perasaan teror terhadap sekelompok masyarakat. Berbeda
dengan perang, aksi terorisme
tidak tunduk pada tatacara peperangan seperti waktu pelaksanaan yang selalu tiba-tiba
dan target korban jiwa yang acak serta seringkali merupakan warga sekitar.
Kalau kita ingat masa
lalu ini adalah prilaku yang secara tidak sadar diilhami oleh prilaku penjajah.
Secara tidak sadar kekerasan yang mematikan ini didasari atau terinspirasi oleh
prilaku pendahulunya. Karena manusia ini hannya bisa melihat, mengamati,
meniru, menambahi dan memperbaiki. Semua yang dilihat dan dirasakan akan
menginspirasi prilakunya dimasa mendatang.
B. Kerangka
Teoritis
Istilah teroris oleh para ahli kontraterorisme dikatakan merujuk kepada para pelaku yang
tidak tergabung dalam angkatan bersenjata yang dikenal atau tidak menuruti
peraturan angkatan bersenjata tersebut. Aksi terorisme juga mengandung makna
bahwa serang-serangan teroris yang dilakukan tidak berperikemanusiaan dan tidak
memiliki justifikasi, dan oleh karena itu para pelakunya ("teroris")
layak mendapatkan pembalasan yang kejam.
Sejauh ini belum ada batasan yang baku untuk
mendefinisikan apa yang dimaksud dengan Terorisme. Menurut Prof. M. Cherif Bassiouni, ahli Hukum Pidana Internasional, bahwa
tidak mudah untuk mengadakan suatu pengertian yang identik yang dapat diterima
secara universal sehingga sulit mengadakan pengawasan atas makna Terorisme
tersebut. Sedangkan menurut Prof. Brian Jenkins, Phd., Terorisme merupakan pandangan yang
subjektif, hal mana didasarkan atas siapa yang memberi batasan pada saat dan
kondisi tertentu.
Semuanya timbul
dikarenakan ada elemen masyarakat yang tidak terakomodir sehingga membuat
gerakan-gerakan. Selain itu ada elemen yang tidak puas dengan pemerintahan. Ada
juga yang balas dendam karena pada masa pemerintahan terdahulu tidak dapat
berekspresi dan juga ada sekelompok masyarakat yang selalu kehidupan beragama
yang dibatasi dan diawasi dengan ketidak adilannya masa lalu. Kemudian beberapa
elemen tersebut membuat gerakan gerakan ini diinspirasi oleh pengalaman saat
mendapat pengalaman hidup. Sehingga faktor pengalaman dalam mengarungi bahtera
kehidupan ini cukup membentuk prilaku individu dalam bertindak. Secara gambar
dapat divisualkan sebagai berikut.
Belum tercapainya kesepakatan mengenai apa
pengertian terorisme tersebut, tidak menjadikan terorisme dibiarkan lepas dari
jangkauan hukum. Usaha memberantas Terorisme tersebut telah dilakukan sejak
menjelang pertengahan abad ke-20. Pada tahun 1937 lahir Konvensi Pencegahan dan
Penghukuman Terorisme (Convention for The Prevention and Suppression of
Terrorism), dimana Konvensi ini mengartikan terorisme sebagai Crimes
against State. Melalui European Convention on The Supression of Terrorism
(ECST) tahun 1977 di Eropa, makna Terorisme mengalami suatu pergeseran dan
perluasan paradigma, yaitu sebagai suatu perbuatan yang semula dikategorikan
sebagai Crimes against State (termasuk pembunuhan dan percobaan
pembunuhan Kepala Negara atau anggota keluarganya), menjadi Crimes against
Humanity, dimana yang menjadi korban adalah masyarakat sipil.
Crimes against Humanity masuk kategori Gross Violation of Human
Rights (Pelanggaran HAM Berat) yang dilakukan sebagai bagian yang
meluas/sistematik yang diketahui bahwa serangan tersebut ditujukan secara
langsung terhadap penduduk sipil, lebih diarahkan pada jiwa-jiwa orang tidak
bersalah (Public by innocent), sebagaimana terjadi di Bali.
Dari beberapa uraian di
atas maka dapat ditarik suatu hipotesa yaitu:
“Adanya Faktor Pendukung
Terbentuknya Radikalisme dan Terorisme di Indonesia”
BAB
III
A. PEMBAHASAN
Terorisme di dunia bukanlah merupakan hal
baru, terlepas dari kontroversi kebenarannya tentang pelakunya adalah teroris, sejak terjadinya peristiwa World Trade Center (WTC) di New York,
Amerika Serikat pada tanggal 11 September 2001,
dikenal sebagai “September Kelabu”, yang memakan 3000 korban. Serangan
dilakukan melalui udara, tidak menggunakan pesawat tempur, melainkan
menggunakan pesawat komersil milik perusahaan Amerika sendiri, sehingga tidak
tertangkap oleh radar Amerika Serikat. Tiga pesawat komersil milik Amerika
Serikat dibajak, dua di antaranya ditabrakkan ke menara kembar Twin Towers
World Trade Centre dan gedung Pentagon.
Kejadian ini merupakan isu global yang
mempengaruhi kebijakan politik seluruh negara-negara di dunia, sehingga menjadi
titik tolak persepsi untuk memerangi Terorisme sebagai musuh internasional.
Pembunuhan massal tersebut telah mempersatukan dunia melawan Terorisme
Internasional. Terlebih lagi dengan diikuti terjadinya Tragedi Bali, tanggal 12
Oktober 2002 yang merupakan tindakan teror, menimbulkan korban sipil terbesar di
dunia, yaitu menewaskan 184 orang dan melukai lebih dari 300 orang. Perang
terhadap Terorisme yang dipimpin oleh Amerika, mula-mula mendapat sambutan dari
sekutunya di Eropa.
Pemerintahan Tony Blair termasuk yang pertama mengeluarkan Anti
Terrorism, Crime and Security Act, December 2001, diikuti
tindakan-tindakan dari negara-negara lain yang pada intinya adalah melakukan
perang atas tindak Terorisme di dunia, seperti Filipina dengan mengeluarkan
Anti Terrorism Bill.
B.
Aspek Hukum
Banyak pendapat yang mencoba mendefinisikan
Terorisme, satu di antaranya adalah pengertian yang tercantum dalam pasal 14
ayat 1 The Prevention of
Terrorism (Temporary Provisions) act, 1984, sebagai berikut: “Terrorism means the use of violence for political ends and includes any
use of violence for the purpose putting the public or any section of the public
in fear.”
Terorisme kian jelas menjadi momok bagi
peradaban modern. Sifat tindakan, pelaku, tujuan strategis, motivasi, hasil
yang diharapkan serta dicapai, target-target serta metode Terorisme kini
semakin luas dan bervariasi. Sehingga semakin jelas bahwa teror bukan merupakan
bentuk kejahatan kekerasan destruktif biasa, melainkan sudah merupakan
kejahatan terhadap perdamaian dan keamanan umat manusia (crimes against
peace and security of mankind).
Menyadari sedemikian besarnya kerugian yang
ditimbulkan oleh suatu tindak Terorisme, serta dampak yang dirasakan secara
langsung oleh Indonesia sebagai akibat dari Tragedi Bali, merupakan kewajiban
pemerintah untuk secepatnya mengusut tuntas Tindak Pidana Terorisme itu dengan
memidana pelaku dan aktor intelektual dibalik peristiwa tersebut.
Keberadaan Undang-Undang Pemberantasan Tindak
Pidana Terorisme di samping KUHP dan Undang-Undang Nomor 8 tahun 1981 tentang
Hukum Acara Pidana (KUHAP), merupakan Hukum Pidana Khusus. Hal ini memang
dimungkinkan, mengingat bahwa ketentuan Hukum Pidana yang bersifat khusus,
dapat tercipta karena:
- Adanya proses kriminalisasi atas suatu perbuatan tertentu di dalam masyarakat. Karena pengaruh perkembangan zaman, terjadi perubahan pandangan dalam masyarakat. Sesuatu yang mulanya dianggap bukan sebagai Tindak Pidana, karena perubahan pandangan dan norma di masyarakat, menjadi termasuk Tindak Pidana dan diatur dalam suatu perundang-undangan Hukum Pidana.
- Undang-Undang yang ada dianggap tidak memadai lagi terhadap perubahan norma dan perkembangan teknologi dalam suatu masyarakat, sedangkan untuk perubahan undang-undang yang telah ada dianggap memakan banyak waktu.
- Suatu keadaan yang mendesak sehingga dianggap perlu diciptakan suatu peraturan khusus untuk segera menanganinya.
- Adanya suatu perbuatan yang khusus dimana apabila dipergunakan proses yang diatur dalam peraturan perundang-undangan yang telah ada akan mengalami kesulitan dalam pembuktian.
Sebagai
Undang-Undang khusus, berarti Undang-Undang Nomor 15 tahun 2003 mengatur secara
materiil dan formil sekaligus, sehingga terdapat pengecualian dari asas yang
secara umum diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP)/Kitab
Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) [[(lex specialis derogat lex
generalis)]]. Keberlakuan lex specialis derogat lex generalis, harus
memenuhi kriteria:
- bahwa pengecualian terhadap Undang-Undang yang bersifat umum, dilakukan oleh peraturan yang setingkat dengan dirinya, yaitu Undang-Undang.
- bahwa pengecualian termaksud dinyatakan dalam Undang-Undang khusus tersebut, sehingga pengecualiannya hanya berlaku sebatas pengecualian yang dinyatakan dan bagian yang tidak dikecualikan tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan pelaksanaan Undang-Undang khusus tersebut.
Sebagaimana pengertian tersebut di atas, maka
pengaturan pasal 25 Undang-Undang Nomor 15 tahun 2003 tentang Pemberantasan
Tindak Pidana Terorisme, bahwa untuk menyelesaikan kasus-kasus Tindak Pidana
Terorisme, hukum acara yang berlaku adalah sebagaimana ketentuan Undang-Undang
Nomor 8 tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (Kitab Undang-Undang Hukum Acara
Pidana/KUHAP). Artinya pelaksanaan Undang-Undang khusus ini tidak boleh
bertentangan dengan asas umum Hukum Pidana dan Hukum Acara Pidana yang telah
ada. Namun, pada kenyataannya, terdapat isi ketentuan beberapa pasal dalam
Undang-Undang tersebut yang merupakan penyimpangan asas umum Hukum Pidana dan
Hukum Acara Pidana.
Demikian pula perlu dirumuskan tentang
pengaturan, cara mengajukan tuntutan terhadap petugas yang telah salah dalam
melakukan tugasnya, oleh orang-orang yang menderita akibat kesalahan itu dan
hak asasinya telah terlanggar, karena banyak Pemerintah suatu negara dalam
melakukan pencegahan maupun penindakan terhadap perbuatan teror melalui suatu pengaturan khusus yang
bersifat darurat, dimana aturan darurat itu dianggap telah jauh melanggar
bukan saja hak seseorang terdakwa, akan tetapi juga terhadap Hak Asasi Manusia.
Aturan darurat sedemikian itu telah memberikan wewenang yang berlebih kepada
penguasa di dalam melakukan penindakan terhadap perbuatan teror.
C.
Aspek Prilaku
Selain dari aspek hukum aspek prilaku juga
sangat penting. Kalau dilihat dari asal mula terjadinya terorisme berasal dari
ketidakpuasan, tidak adil , balas dendam,Sakit hati. Langkah yang utama adalah
semuanya dihilangkan. Memang ini tidak dapat langsung berdampak positif.
Menginggat pelakunya adalah orang yang terlukai masa lalu dan tidak dapat
terakomodir.
Agar barisan sakit hati ini tidak menyebar
maka jangan menyakiti lagi. Sedangkan untuk pelaku yang sudah terlanjur
pengobatannya melalui hukum. Paling penting mengubah prilaku adalah di dunia
pendidikan. Secara tidak sadar pendidikan ini membentuk karakter bangsa. Tapi
kita cukup berbangga dan lega bahwa metode pendidikan disekolah sudah bergeser
kemodel pendidikanyang menyenangkan.
D.
Aspek Keagamaan
Peran
pemuka agama sangat penting karena sifat orang Indonesia adalah sangat taat
pada pemuka agama. Akan tetapi jangan sampai pemuka agama ini membuat doktrin
yang keliru, sehingga tidak jarang para umat ini terjerumus ketempat terorisme.
Banyak sekali pemuda yang tidak menyadari bahwa paham agama yang diikuti adalah
kelompok yang dompleng keagama untuk penggalangan kader teroris.
Oleh
sebab itu Para pemuka agama harus merapatkan sreng koordinasi untuk mengawasi
paham-paham yang memungkinkan terorisme bisa masuk. Mengingat orang Indonesia adalah
pemeluk agama yang sangat dan mudah taat kepeda pemimpin tanpa adanya memilah
dan memilih, yang penting kalau dari pemuda atau tokoh agama pasti benar.
Fenomena masyarakat yang demikian ini membuat mudah termasuki oleh paham
terorisme.
Tugas
kita bersama untuk mengubah pola pikir masyarakat yang demikian. Masyarakat
harus diajari untuk menilai, menyaring dan menelaah apa yang diajarkan oleh
pemuka agama. Agar para umat beragama selalu waspada untuk menerima ajaran.
Setiap ajaran harus dirasakan apakah benar atau salah. Jika ajaran tersebut
salah maka jangan diikuti dan begitu sebaliknya jika ajaran itu benar haruslah
dilaksanakan.
BAB
IV
HASIL
Beberapa
pembahasan pada bab terdahulu radikalisme dan terorisme memang sangat rumit
sekali. Beberapa kejadian yang ada, bukan semata-mata hasil dari prilaku
pemerintah yang sekarang akan tetapi kejadian ini adalah hasil kebijakan
terdahulu dan mendapatkan momentum untuk terjadi pada masa sekarang. Juga
kejadian yang besuk akan terjadi adalah hasil dari kebijakan yang sekarang
diambil dan juga mendapat kesempatan untuk terjadi.
Oleh
sebab itu produk budaya hari ini hasilnya akan terasa kedepan. Sehingga tinggal
kita semua akan mewariskan yang baik atau yang buruk. Secara sadar maupun tidak
sadar prilaku kita hari ini akan tercermin dimasa mendatang para anak cucu
kita. Oleh sebab itu pada masa sekarang pemerintah harus benar-benar
menyelesaikan beberapa permasalahan yang dapat menimbulkan kesenjangan. Berawal
dari kesenjangan semua akan terjadi.
Melihat
kejadian dimasa penjajahan, kesenjangan yang dibuat penjajahan menimbulkan
pahlawan-pahlawan bagi Indonesia tapi pemberontak bagi penjajah. Juga pada masa
pemerintahan Indonesia. Selama ada kesenjangan akan menimbulkan beberapa
permalasahan. Permasalahan itu akan timbul sama dan akibatnya juga sama.
Mengenahi nama akan sesuai dengan perkembangannya. Kalau jaman sekarang namanya
terorisme bisa jadi, jaman yang akan datang
namanya akan lain.
Akan
lebih berhasil jika permasalahan kesenjangan deselesaikan dengan cara memasuki ranah
budaya. Hal ini dibuktikan dari sejarah terdahulu. Jatuhnya Aceh ke penjajah
dengan memasuki budaya dan merusak paham yang ada. Tersebarnya agama dengan
mudah dengan budaya. Oleh sebab itu memerangi teroris harus dengan budaya. Karena
teroris bermula dan tumbuh dari prilaku dan diobati dengan prilaku pula.
BAB
V
PENUTUP
A.KESIMPULAN
Dari
beberapa uraian dapat diambil kesimpulan:
1. Radikalisme
dan terorisme tumbuh karena kesenjangan.
2. Prilaku
radikalisme dan terorisme terinspirasi dari kejadian yang dialami sebelumnya.
3. Sifat
manusia adalah: melihat, meniru, menambahi.
4. Hasil
yang sekarang akibat sumbangan prilaku terdahulu dan ada kesempatan dimasa
sekarang.
5. Cara
mengatasi yang sekarang terjadi adalah dengan penindakan hukum yang tegas.
6. Cara
mengatasi jangan sampai terjadi dimasa yang akan datang dengan pendekatan
budaya.
7. Cara
mengatasi masalah perlu melihat sejarah yang sudah ada.
B. SARAN
Setelah
melihat beberapa kesimpulan yang ada yaitu,Maka saran-saran:
1. Hilangkan
kesenjangan yang terjadi di masyarakat.
2.Peran
serta media memberikan tontonan masyarakat yang bermanfaat sehingga memberikan
inspirasi yang produktif.
3.Berprilakulah yang baik karna prilaku sekarang
menjadikan inspirasi generasi mendatang dalam mengambil sikap.
DAFTAR
PUSTAKA
Bari Muchtar. 2002, “Undang-Undang AntiTerorisme Sangat
Mengkhawatirkan”.24 Juni 2010.
Collin L Powell, “Sebuah Perjuangan Keras yang Panjang”, http://jakarta.usembassy.gov/press_rel/Pwl_newsi.htm
Hilmar Farid. 2002, “Perang Melawan Teroris”, http://www.elsam.or.id/txt/asasi/2002_0910/05.html
Konsiderans,2003 “Undang-Undang Tentang Pemberantasan Tindak
Pidana Terorisme, UU No.15 tahun 2003,” LN. No.45 tahun 2003, TLN. No.4284.
Indriyanto Seno Adji.2001,
Bali, “Terorisme dan HAM dalam Terorisme:
Tragedi Umat Manusia,” O.C. Kaligis
& Associates, Jakarta.
http://id.wikipedia.org/wiki/terorisme. 24 juni 2010.
Koalisi Internasional”, http://www.usembassyjakarta.org/terrornet/keberanian.html
Loebby Loqman.1990, “Analisis Hukum dan Perundang-Undangan
Kejahatan terhadap Keamanan Negara di Indonesia,”, Universitas Indonesia, Jakarta.
Mala in se are the offences
that are forbidden by the laws that are immutable: mala prohibita, such as are
prohibited by laws that are not immutable. Jeremy Bentham, “Of the Influence of
Time and Place in Matters of Legislation” Chapter 5 Influence of Time. http://www.la.utexas.edu/research/poltheory/bentham/timeplace/timeplace.c05.s02.html
Mompang L. Panggabean. 2003,
Mengkaji Kembali Perpu Antiterorisme”
dalam Mengenang Perppu Anti Terorisme, Suara Muhamadiyah, Jakarta.
Mulyana W. Kusumah. 2002, Terorisme dalam Perspektif Politik dan Hukum,
Jurnal Kriminologi Indonesia FISIP UI, vol 2 no III, Jakarta .
Muladi. 2002, Hakekat Terorisme dan Beberapa Prinsip
Pengaturan dalam Kriminalisasi, Jurnal Kriminologi Indonesia FISIP UI, vol
2 no III, Jakarta.
Sudikno Mertokusumo.1996, Mengenal Hukum, Suatu Pengantar, Liberty,
Jogjakarta.
Todung Mulya Lubis2003, “Masyarakat Sipil dan Kebijakan Negara Kasus
Perppu/RUU Tindak Pidana Terorisme” dalam Mengenang Perppu Antiterorisme, Suarara
Muhammadiyah, Jakarta.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar